Waktu kecil kadang-kadang mama membawa saya berlibur ke pantai. Sekarang hampir semua kenangan tentang pantai itu terlupakan, tapi satu yang saya ingat adalah kesenangan saya mengejar-ngejar kepiting kecil yang oleh mama saya dipanggil "yuyu".
"Yuyu" kecil ini biasa berlari-lari di atas pasir, bahkan warnanya pun hampir sama dengan pasir kecoklatan yang ada di pantai pulau Jawa ini. Menangkap "yuyu" bukan pekerjaan mudah karena mereka dapat bergerak cepat dan berbelok-belok dengan tangkas bila diperlukan. Belum lagi lubang-lubang persembunyian mereka terhampar di seluruh pantai. Kadang menggali lubang ini pun tidak membawa hasil, karena dalam beberapa sentimeter saja kita sudah kehilangan jejaknya.
Nah beberapa hari yang lalu saya pergi ke pantai dan seperti terbawa kebiasaan masa kecil, ketika melihat seekor "yuyu" mungil di pantai Ancol yang kotor pun, tangan saya otomatis langsung mengejar-ngejar si "yuyu". Hup hup hup... Ternyata gerakan saya sekarang semakin melambat, entah karena usia atau karena tubuh saya yg sekarang sudah membesar tiga sampai empat kali ukuran normal saya dulu. Hahaha.
Akhirnya saya menyerah untuk menangkap "yuyu" dengan "cara bersih". Saya mulai meraup pasir di sekitar "yuyu" itu berada. Setelah tiga kali percobaan akhirnya "yuyu" itu berada di genggaman dan saya mulai memperhatikan gerakan si "yuyu" sambil bernostalgia bersama suami.
Saya coba memperkenalkan si "yuyu" kecil pada Carl, bayi saya, tapi sepertinya percuma. Carl lebih tertarik main pasir dan mengejar-ngejar sampah dibanding si "yuyu" yang sedang berusaha meloloskan diri dari tangan raksasa. Akhirnya dengan berat hati saya melepas si "yuyu" dan dia pun hilang ke dalam salah satu lubang di pantai Ancol.
Sekarang tentang jari... Kalau diperhatikan foto jari saya di atas, bisa dilihat pada jari bagian bawah terdapat sebuah bekas luka berbentuk lingkaran. Letaknya tepat di atas kuku jari. Ini salah satu bekas luka yang paling berkesan. Salah satu kenang-kenangan masa kecil juga...
Waktu itu orang tua saya sedang tidak ada di rumah. Hanya ada seorang pembantu yang sedang sibuk di kamarnya sendiri. Dengan semangat saya mencoba bermain-main dengan segala macam yang selama ini dilarang oleh orang tua saya. Kapan lagi saya bebas tanpa pengawas.
Dengan penasaran saya mulai membongkar barang-barang mama saya dan mengambil sebuah gunting kain. Mama selalu melarang saya bermain dengan gunting yang satu ini. Gunting ini begitu istimewa, berbeda dengan gunting-gunting lain yang biasa saya gunakan. Gunting saya tidak bisa memotong kain dengan baik, tapi gunting ini bisa. Saya sering melihat mama memotong kain dengan gunting ini.
Segera saya ambil kain-kain perca dan mulai mencoba gunting hebat ini. Waaaah memang hebat! Kain terpotong dengan rapih dan begitu mudah. Semakin banyak kain yang terpotong, saya semakin bersemangat menggerakkan gunting sampai.... Yah apa yang bisa diharapkan dari seorang anak kecil dengan sebuah gunting besar yang tajam?
Saya memotong ujung jari saya sendiri!!! Hahaha. Karena panik saat ini saya tidak sempat menangis, bahkan rasa sakitnya tidak saya rasakan. Saya hanya panik jika sampai ketahuan oleh mama karena bermain dengan guntingnya. Seumur hidup baru pertama kali itu saya melihat darah saya mengalir begitu banyak. Saya perhatikan lagi, daging saya hampir putus oleh gunting hebat itu.
Dengan cepat saya menuju kran air dan mencoba mencuci luka yang menganga. Dibawah siraman air, darah saya terlihat mengerikan, air berubah warna menjadi merah. Saya tunggu beberapa saat tapi darah tidak berhenti mengalir. Akhirnya saya mengambil es batu dan menaruhnya disekeliling luka. Berhasil! Ngga lama kemudian darah berhenti mengalir. Bagian daging yang hampir terlepas saya tempel kembali ke tempatnya dan berharap bisa menyatu kembali.
Saya rapatkan dengan band-aid, membersihkan gunting dari ceceran darah dan membuang kain-kain yang berserakan. Mama tidak pernah menanyakan luka di jari saya dan hari itu saya lolos dari semua kenakalan saya. Hehehe.
Daging yang hampir terlepas itu berhasil menyatu kembali dengan jari saya, tapi tetap saja meninggalkan bekas. Daerah yang dulu terlepas itu memiliki warna lebih pucat dibanding warna kulit jari tangan saya. Tapi ngga apa-apa, ini akan menjadi kenangan saya seumur hidup.
No comments:
Post a Comment